BANGKO - TAK salah, jika persoalan gizi buruk di Kabupaten Merangin perlu perhatian khusus dari Pemkab Merangin. Pasalnya, angka kasus penderita gizi buruk, dua tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan.
Data yang berhasil dihimpun Jambi Independent dari kantor Dinas Kesehatan (Dinkes) Merangin, tercatat angka penderita gizi buruk yang berhasil ditemukan petugas kesehatan sepanjang 2010 lalu, mencapai angka 10 kasus, sedangkan 2011 kasus gizi buruk yang ditemukan petugas kesehatan Merangin meningkat menjadi 18 kasus. Buruknya lagi, dari 18 kasus yang ditemukan 2011, satu kasus gizi buruk berujung dengan kematian.
“Memang meningkat angka kasus gizi buruk jika dilihat dari angka yang ditemukan petugas di lapangan. Namun, kasus tersebut merupakan kasus temuan, bukan kasus dari hasil laporan warga. Kalau rincinya, kita tidak tahu pasti, bisa jadi yang terjadi kurang dari itu atau justru lebih banyak dari data tersebut,” ungkap Kabid Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin Abdaie, kemarin (8/12).
Lantas upaya yang dilakukan, Abdaie mengatakan, pada dasarnya kasus gizi buruk ini, kerap ditemukan pada balita antara umur 1-5 tahun. Sedangkan pola yang dimainkan dalam penanganan kasus gizi buruk, dimana pihaknya melalui puskesmas yang kemudian berlanjut ke posyandu selalu mensosialisasikan akan pentingnya asupan makanan yang bergizi bagi balita yang masih berumur 1- 5 tahun.
Dan untuk mengetahui perkembangan balita lanjutnya, pola timbang anak ke puskesmas atau posyandu menjadi acuan dasa yang sangat penting, guna mengetahui pertumbuhan anak.
“Sedangkan penanganan riil dalam kasus gizi buruk, kita selalu membebaskan biaya pengobatan dan perawatan. Dan memang mayoritas kasus gizi buruk kerap menimpa keluarga yang kurang mampu secara ekonomi,” katanya.
Kesempatan itu, Abdaie mengimbau guna cepat mengetahui kasus gizi buruk yang menderita anak, dapat rutin membawa anak balita ke puskesmas atau posyandu sejak anak masih berumur 1-5 tahun, minimal satu bulan sekali.
“Sehingga pertumbuhan anak dapat dipantau keberadaannya. Dan persoalan timbang balita ke puskesmas atau posyandu ini, yang sejauh ini sulit disadari para orang tua balita. Para orang tua balita biasanya hanya menjambangi puskesmas dan posyandu saat balita berumur 0-1 tahun, dan selanjutnya sang balita tak kunjung di bawah ke puskesmas atau posyandu untuk ditimbang,” tandasnya.